Dunia Pendidikan Tak Beres (Kekerasan terhadap Anak Banyak Terjadi di Lingkungan Pendidikan)
Kasus kekerasan terhadap anak justru sebagian besar terjadi di lembaga pendidikan, yang selama ini diharapkan bisa memanusiakan anak. Diduga, ada yang tak beres dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Menggali potensi dan kecerdasan Anak
Keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan para orang tua dalam hal memahami anak sebagai indivdu yang unik,dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satu sama lain namun saling melengkapi dan berharga.
- Bukan Orang dewasa Mini. Anak adalah tetap anak-anak, bukan orang dewasa mini, mereka memiliki keterbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa.
- Dunia Bermain. Dunia mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh dengan spontanitas dan menyenangkan.
- Berkembang. Anak selain tumbuh secara fisik, juga berkembang secara psikologis, ada fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilakn berbagai perilku sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan tersebut.
- Senang meniru. Anak-anak pada dasarnya enang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru.
- Kreatif. Anak-anak pada dasarnya kreatif, mereka mempunyai ciri-ciri individu yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi.
Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme
Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
- Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
- Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
- Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
- Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
- Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme
- Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
- Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial
Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;
- Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
- Anak Autis di sekolah Khusus
- Anak Autis di SLB
- Anak Autis hanya menjalani terapi.
- Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
- Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
- Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
- Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
- Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain. - Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.
Saat Anak-Anak Lepas Kendali
Menolong Anak Belajar Mengendalikan diri
- yang dapat mereka lakukan. Sering kali, ledakan emosi merupakan respons mereka ketika menghadapi hal tersebut. Mereka juga kadang mencoba melindungi emosi mereka dengan merusak mainan kecil mereka atau kegiatan-kegiatan lain. Bagi anak-anak yang menginjak usia 2 tahun, cobalah untuk memberikan waktu menyendiri sebentar di suatu tempat tertentu -- seperti di kursi dapur atau anak tangga yang paling bawah -- untuk menunjukkan konsekuensi dari ledakan emosi, dan ajarkan bahwa lebih baik menyendiri sebentar daripada meledakkan kemarahan.
- Anak usia 3 -- 5 tahun. Anda bisa saja terus menggunakan waktu menyendiri. Namun, daripada memaksakan batas waktu tertentu, hentikan waktu menyendiri saat anak sudah mulai tenang. Ini membantu anak-anak meningkatkan tingkat pengendalian diri mereka. Pujilah mereka agar tidak kehilangan kendali dalam situasi yang membuat frustasi atau sulit.
- Anak usia 6 -- 9 tahun. Saat anak masuk sekolah, mereka bisa memahami konsekuensi yang diberikan dengan lebih baik, dan mereka bisa memilih tingkah laku yang baik dan yang tidak baik. Anak Anda mungkin bisa terbantu dengan membayangkan suatu tanda berhenti yang harus dipatuhi dan memikirkan keadaan tertentu sebelum memberikan respons. Doronglah anak Anda untuk melalui situasi yang membuat frustasi selama beberapa menit untuk menenangkan diri, dan bukannya malah meledakkan emosinya.
- Anak usia 10 -- 12 tahun. Anak-anak yang lebih besar biasanya bisa lebih baik dalam memahami perasaan mereka. Doronglah mereka untuk memikirkan apa yang menyebabkan mereka kehilangan kendali dan ajak mereka menganalisanya. Jelaskanlah, terkadang situasi-situasi yang pada awalnya membuat sedih, dapat berakhir dengan sangat berantakan. Bujuklah anak untuk meluangkan waktu sebentar sebelum meresponi suatu situasi
Menjadi Orangtua bukan berarti selalu benar
Tak jarang Orang tua melakukan kesalahan kepada anak, sehingga membuat hubungan terganggu terhadap anak, Masih banyak Orangtua yang merasa benar dengan sendirinya, padahal belum tentu benar menurut anak, dan sering kita tidak menyadari pentingnya Minta maaf terhadap anak2 kita, berikut tips jitu bagaimana minta maaf terhadap anak kita tanpa mengurangi wibawa sebagai Orangtua *sesuai pengalaman pribadi :)*:
- Sadari bahwa anda telah membuat kesalahan, dan akui itu padanya. Inilah salah satu faktor penting dalam meminta maaf. Tak jarang ini sulit dilakukan, karena orangtua merasa gengsi. Lupakan gengsi, kalau memang tak ingin masalah terus berlarut.
- Ketika meminta maaf, anda harus tulus. Anak akan gampang mengetahui ketika anda membohonginya tentang hal ini. berilah Maaf yang serius." Ka..Maafin Ummi Sayaaang, ummi salah, Ummi udah menyalahkan Kaka...Ummi akan hati-hati lagi knapa Kaka sampe mukul Azzam" padahal pengalaman ini Azzamlah yang duluan mukul kakanya, karena Kakanya lagi asyik nonton...tanpa sadar, setelah azzam mukul otomatis c kaka mukul kembali adiknya, yang terlihat terakhir, Kakanya yang mukul..kakanya yang salah, padahal nggak begitu, si adiknya disini yang salah...(kasus kecil deh :)) kalo bisa ampe nangislah kita minta maaf, biar terlihat tulus dan serius hehee
- Meminta maaf dalam keadaan emosi akan percuma. Kalau anda belum bisa bersikap tenang, katakan padanya bahwa anda butuh waktu untuk sendiri, sebelum melanjutkan pembicaraan dengannya. Kemudian, pikirkan apa yang terjadi dan apa penyebabnya agar pikiran jadi tenang.
- Katakan permintaan maaf anda secara langsung dan dalam kalimat yang tidak berbelit-belit. Ingat, yang dimintakan maaf adalah sikap anda yang baru saja terjadi, bukan kepribadian anda. Misalnya, mintalah maaf atas kemarahan dan ucapan anda yang kasar, bukan atas kepribadian yang emosional.
- Jangan balik menyalahkan anak hanya untuk membenarkan sikap anda. Misalnya, dengan mengatakan bahwa seandainya ia tidak malas, anda tidak akan marah terus padanya. Ini sama saja dengan tidak meminta maaf, melainkan justru menyalahkannya.
- Mengatakan bahwa anda bersalah dan bertanya apakah ia mau memaafkannya akan mempermudah untuk mengungkapkan penyesalan, sekaligus membuat anak belajar memahami cara memperbaiki hubungan.