Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dunia Pendidikan Tak Beres (Kekerasan terhadap Anak Banyak Terjadi di Lingkungan Pendidikan)

Kasus kekerasan terhadap anak justru sebagian besar terjadi di lembaga pendidikan, yang selama ini diharapkan bisa memanusiakan anak. Diduga, ada yang tak beres dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Demikian, antara lain, benang merah yang terungkap pada Diskusi Kekerasan terhadap Anak yang digelar Centre for Dialogue and Coorperation among Civilisations (CDCC), Kamis (11/2) di Jakarta. Diskusi itu menghadirkan pembicara utama Sekretaris Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait; anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka; Maria Ulfa Anshor dari Fatayat NU; Romo Benny Sesetyo dari Konferensi Waligereja Indonesia; serta Direktur Eksekutif CDCC Abdul Mu’ti.
Arist Merdeka Sirait mengatakan, fakta dan data yang terlaporkan dari masyarakat kepada Komisi Nasional Perlindungan Anak sepanjang tahun 2009 semakin kompleks dan di luar akal sehat manusia.
”Kasus kekerasan terhadap anak, misalnya, sepanjang tahun 2009 Komnas Perlindungan Anak telah menerima pengaduan sebanyak 1.998 kasus. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan pengaduan kekerasan terhadap anak pada 2008, yakni 1.736 kasus,” ujarnya.
Ironisnya, kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial anak. Adapun pelakunya adalah orang yang seyogianya melindungi anak seperti guru atau pelatih.
Abdul Mu’ti mengatakan, dari hasil survei ditemukan, kasus kekerasan terhadap anak sebagian besar terjadi di sekolah dan lingkungan pendidikan lainnya.
”Sangat ironis, kasus kekerasan terhadap anak justru sebagian besar terjadi di lembaga pendidikan, yang selama ini diharapkan bisa memanusiakan manusia,” ujarnya.
Maria Ulfa Anshor mengatakan, anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia karena pada masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk, baik yang bersumber dari fungsi otak maupun emosionalnya.
”Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya,” ujarnya.
Ubah paradigma
Arist Merdeka Sirait mengatakan, demi kepentingan terbaik anak, perlu diambil langkah-langkah segera melalui komitmen negara, masyarakat, dan pemerintah. Komnas Perlindungan Anak mendesak setiap orang untuk segera menghentikan kekerasan terhadap anak serta mengubah paradigma pendisiplinan dengan kekerasan menjadi kasih sayang, komunikatif, dan dialogis.
Maria Ulfah menawarkan solusi melalui pendidikan anak dan pengasuhan anak yang berperspektif jender. ”Dalam melakukan pendidikan dan pengasuhan anak yang berperspektif jender, dimensi lain yang juga sangat penting adalah memerhatikan hak-hak anak sesuai tahap tumbuh kembang anak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menggali potensi dan kecerdasan Anak

Keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan para orang tua dalam hal memahami anak sebagai indivdu yang unik,dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satu sama lain namun saling melengkapi dan berharga.

Selain memahami bahwa anak merupakan individu yang unik, ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan dalam kaitannya denga upaya kiat memahami anak, Yaitu bahwa anak adalah :
  1. Bukan Orang dewasa Mini. Anak adalah tetap anak-anak, bukan orang dewasa mini, mereka memiliki keterbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa.
  2. Dunia Bermain. Dunia mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh dengan spontanitas dan menyenangkan.
  3. Berkembang. Anak selain tumbuh secara fisik, juga berkembang secara psikologis, ada fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilakn berbagai perilku sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan tersebut.
  4. Senang meniru. Anak-anak pada dasarnya enang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru.
  5. Kreatif. Anak-anak pada dasarnya kreatif, mereka mempunyai ciri-ciri individu yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi.
Dalam hal ini maka orang tua dan guru perlu memahami kreatifitas yang ada pada diri anak-anak, dengan sikap yang luwes dan kreatif pula.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme

Latar Belakang 
Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan 
belajar, terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada
 upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak 
autisme,...
Latar Belakang
Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Pendidikan Integratif
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
  • Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
  • Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
  • Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
  • Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
  • Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme
  • Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
  • Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang belajar bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autisme atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autisme karena berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan penanganan yang terbaik.
Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah
Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;
  • Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
  • Anak Autis di sekolah Khusus
  • Anak Autis di SLB
  • Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.
Kebanyakan sekolah juga belum memiliki jawaban yang baik untuk saat ini. Yang ada orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka, selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik terbaik. Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:
  • Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
  • Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
  • Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
  • Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
  • Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
    bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain.
  • Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Saat Anak-Anak Lepas Kendali

Berikan contoh yang baik untuk anak-anak Anda dengan menunjukkan cara-cara yang sehat dalam memberikan reaksi atas situasi yang membuat mereka stres. Sesulit apa pun, tetaplah berusaha untuk tidak berteriak saat Anda sedang mendisplin anak-anak Anda. Sebaliknya, cobalah untuk tegas dan fokus pada masalah.
Saat anak Anda sudah mulai tenang, tetaplah tenang dan jelaskan bahwa berteriak, emosi yang meledak, dan membanting pintu adalah perilaku yang tidak dapat diterima dan ada konsekuensinya -- lalu katakan apa konsekuensinya.
Tindakan Anda bisa menunjukkan bahwa kemarahan bukanlah cara yang tepat bagi anak-anak untuk meminta sesuatu. Contohnya, bila anak Anda marah di toko serbaada setelah Anda menjelaskan mengapa Anda tidak mau membelikan permen untuknya, jangan menyerah -- hal ini menunjukkan bahwa kemarahan adalah sesuatu yang tidak dapat diterima dan tidak efektif untuk mereka lakukan.
Bila anak Anda sering kehilangan kendali dan terus mendebat/membantah, antisosial, atau impulsif, atau bila kemarahannya lebih dari 10 menit, bicarakan hal ini dengan dokter anak Anda. Bicarakan pula dengan dokter bila kemarahan anak Anda yang masih sekolah itu disertai dengan:
  • kegelisahan/keresahan,
  • sikap impulsif,
  • sikap menentang,
  • kesulitan dalam berkonsentrasi,
  • harga diri yang rendah, atau
  • menurunnya prestasi di sekolah.
Pertimbangkan untuk berbicara dengan guru anak Anda tentang susunan ruang kelas dan tingkah laku yang tepat seperti yang diharapkan. Juga, lihatlah pada tindakan Anda sendiri apakah Anda sedang mengatasi sebaik mungkin situasi yang membuat stres. Bila tidak, Anda mungkin ingin bertanya kepada dokter Anda apakah diperlukan konseling keluarga. dan artikel ini akau ambil dari eramuslim, smoga bermanfaat...Amiin

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menolong Anak Belajar Mengendalikan diri

Dengan belajar mengendalikan diri, anak-anak bisa membuat keputusan yang tepat dan menanggapi situasi yang menekan dengan cara-cara yang bisa memberikan hasil positif. 
Contohnya, bila Anda mengatakan bahwa Anda tidak akan menyajikan es krim sampai setelah makan malam, anak Anda mungkin menangis, membuat alasan, atau bahkan berteriak dengan harapan Anda akan memberi mereka es krim. Tetapi dengan pengendalian diri, anak Anda bisa memahami bahwa emosi yang meledak-ledak tidak akan membuat Anda memberikan es krim, sehingga akan lebih bijaksana bila menunggu dengan sabar.
Berikut beberapa saran tentang bagaimana menolong anak-anak Anda belajar mengendalikan tingkah laku mereka.
Anak baru lahir sampai usia 2 tahun. Bayi dan balita bisa frustasi karena besarnya jarak antara hal-hal yang mereka inginkan dan apa 
  1. yang dapat mereka lakukan. Sering kali, ledakan emosi merupakan respons mereka ketika menghadapi hal tersebut. Mereka juga kadang mencoba melindungi emosi mereka dengan merusak mainan kecil mereka atau kegiatan-kegiatan lain. Bagi anak-anak yang menginjak usia 2 tahun, cobalah untuk memberikan waktu menyendiri sebentar di suatu tempat tertentu -- seperti di kursi dapur atau anak tangga yang paling bawah -- untuk menunjukkan konsekuensi dari ledakan emosi, dan ajarkan bahwa lebih baik menyendiri sebentar daripada meledakkan kemarahan.
  2. Anak usia 3 -- 5 tahun. Anda bisa saja terus menggunakan waktu menyendiri. Namun, daripada memaksakan batas waktu tertentu, hentikan waktu menyendiri saat anak sudah mulai tenang. Ini membantu anak-anak meningkatkan tingkat pengendalian diri mereka. Pujilah mereka agar tidak kehilangan kendali dalam situasi yang membuat frustasi atau sulit.
  3. Anak usia 6 -- 9 tahun. Saat anak masuk sekolah, mereka bisa memahami konsekuensi yang diberikan dengan lebih baik, dan mereka bisa memilih tingkah laku yang baik dan yang tidak baik. Anak Anda mungkin bisa terbantu dengan membayangkan suatu tanda berhenti yang harus dipatuhi dan memikirkan keadaan tertentu sebelum memberikan respons. Doronglah anak Anda untuk melalui situasi yang membuat frustasi selama beberapa menit untuk menenangkan diri, dan bukannya malah meledakkan emosinya.
  4. Anak usia 10 -- 12 tahun. Anak-anak yang lebih besar biasanya bisa lebih baik dalam memahami perasaan mereka. Doronglah mereka untuk memikirkan apa yang menyebabkan mereka kehilangan kendali dan ajak mereka menganalisanya. Jelaskanlah, terkadang situasi-situasi yang pada awalnya membuat sedih, dapat berakhir dengan sangat berantakan. Bujuklah anak untuk meluangkan waktu sebentar sebelum meresponi suatu situasi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menjadi Orangtua bukan berarti selalu benar

Tak jarang Orang tua melakukan kesalahan kepada anak, sehingga membuat hubungan terganggu terhadap anak, Masih banyak Orangtua yang merasa benar dengan sendirinya, padahal belum tentu benar menurut anak, dan sering kita tidak menyadari pentingnya Minta maaf terhadap anak2 kita, berikut tips jitu bagaimana minta maaf terhadap anak kita tanpa mengurangi wibawa sebagai Orangtua  *sesuai pengalaman pribadi :)*:



Mengaku bersalah
  • Sadari bahwa anda telah membuat kesalahan, dan akui itu padanya. Inilah salah satu faktor penting dalam meminta maaf. Tak jarang ini sulit dilakukan, karena orangtua merasa gengsi. Lupakan gengsi, kalau memang tak ingin masalah terus berlarut.
Tulus

  • Ketika meminta maaf, anda harus tulus. Anak akan gampang mengetahui ketika anda membohonginya tentang hal ini. berilah Maaf yang serius." Ka..Maafin Ummi Sayaaang, ummi  salah, Ummi udah menyalahkan Kaka...Ummi akan hati-hati lagi knapa Kaka sampe mukul Azzam" padahal pengalaman ini Azzamlah yang duluan mukul kakanya, karena Kakanya lagi asyik nonton...tanpa sadar, setelah azzam mukul otomatis c kaka mukul kembali adiknya, yang terlihat terakhir, Kakanya yang mukul..kakanya yang salah, padahal nggak begitu, si adiknya disini yang salah...(kasus kecil deh  :)) kalo bisa ampe nangislah kita minta maaf, biar terlihat tulus dan serius hehee
Tenang
  • Meminta maaf dalam keadaan emosi akan percuma. Kalau anda belum bisa bersikap tenang, katakan padanya bahwa anda butuh waktu untuk sendiri, sebelum melanjutkan pembicaraan dengannya. Kemudian, pikirkan apa yang terjadi dan apa penyebabnya agar pikiran jadi tenang.
Tepat sasaran
  • Katakan permintaan maaf anda secara langsung dan dalam kalimat yang tidak berbelit-belit. Ingat, yang dimintakan maaf adalah sikap anda yang baru saja terjadi, bukan kepribadian anda. Misalnya, mintalah maaf atas kemarahan dan ucapan anda yang kasar, bukan atas kepribadian yang emosional.
Jangan menyalahkan
  • Jangan balik menyalahkan anak hanya untuk membenarkan sikap anda. Misalnya, dengan mengatakan bahwa seandainya ia tidak malas, anda tidak akan marah terus padanya. Ini sama saja dengan tidak meminta maaf, melainkan justru menyalahkannya.
Meminta maaf
  • Mengatakan bahwa anda bersalah dan bertanya apakah ia mau memaafkannya akan mempermudah untuk mengungkapkan penyesalan, sekaligus membuat anak belajar memahami cara memperbaiki hubungan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS