Ketika mahasiswa, saya mengajar anak-anak di lingkungan dekat tempat kami tinggal. Sebuah pengabdian cuma-cuma. Terjadi perbedaan yang mencolok antara pandangan kami, para mahasiswa, dengan pembina kami. Kami memandang bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Sehingga ketika belajar pun, kita harus menciptakan suasana permainan.
Pembina kami yang sudah senior memandang lain. Beliau memandang bahwa dunia anak adalah dunia belajar. Sehingga ketika bermain pun, seorang anak harus sambil belajar. Kami saling silang pendapat dan tidak sepakat.
Anak-anak, para siswa, lebih mendukung pandangan kami. Tentu anak-anak suka bila kita mengajarkannya dengan suasana bermain. Anak-anak justru merasa terbebani bila ketika bermain harus sambil belajar. Kondisi ini membuktikan bahwa pendapat kami lebih benar dari pendapat pembina senior. Tetapi pembina senior masih punya banyak argumen yang menyatakan bahwa pembelajaran kami itu hanya permukaan saja. Kami terus berdebat.
Yang mebuat saya kagum dengan pembina senior itu adalah meski ia tidak setuju dengan saya, dan angkatan muda lainnya, tetapi ia tetap memberi kesempatan kepada kami untuk mempraktikkan pandangan kami. Beliau adalah contoh sosok yang penuh toleransi. Salut!
Saat ini, 15 tahun telah berlalu. Saya merenungi perbedaan tajam pendapat itu. Ah… betapa malunya saya. Saya terlalu ngotot mempertahankan pendapat. Mengapa saya tidak mencoba melihat dari prespektif pembina senior?
Dunia anak adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia belajar. Itu adalah pandangan yang sama bagi anak. Seorang anak suka bermain dan belajar. Seorang anak belajar sambil bermain. Seorang anak bermain sambil belajar. Cara belajar seorang anak adalah melalui bermain. Pembelajaran adalah model permainan kreativitas yang tiada habis-habisnya.
Pandangan integritas bermain dan belajar ini saya bawa ke praktik pembelajaran APIQ. Syukurlah, hasilnya sangat bagus. Namanya juga bermain, tidak ada paksaan dalam belajar matematika APIQ. Ini adalah tugas yang berat bagi seorang guru. Mengajak anak belajar tanpa memaksa anak. Tetapi memancing minat anak agar tergerak mau mengarungi pembelajaran. Memang berat!
Dunia Anak: Dunia Bermain atau Dunia Belajar?
03.05 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar